Maros, Lintas5terkini.com – Lembaga Investigasi Mendidik Pro Rakyat Nusantara (LIDIK PRO) Maros resmi melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang terkait penetapan penerima pensiun ke Kejaksaan Negeri Maros. Laporan tersebut dilayangkan sebagai bentuk keprihatinan atas indikasi adanya praktik maladministrasi hingga dugaan tindak pidana korupsi. Senin, (08/09/2025)
Ketua DPD LIDIK PRO Maros, Ismar, menegaskan bahwa pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dalam proses penetapan penerima pensiun. Menurutnya, indikasi tersebut berpotensi merugikan negara dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara pemerintahan.
“Kami berharap Kejaksaan segera menindaklanjuti laporan ini secara serius dan transparan, agar persoalan ini terang benderang dan tidak merugikan pihak manapun,” ujar Ismar.
Selain itu, Ismar juga menekankan perlunya penafsiran hukum yang jelas terhadap pasal-pasal dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969 yang menjadi dasar penetapan penerima pensiun.
“Dalam Pasal 16 ayat (1) ditegaskan: ‘Penerima pensiun janda/duda adalah istri/suami yang sah dari pegawai yang bersangkutan, sepanjang perkawinan tersebut tercatat secara resmi.’
Sementara dalam Pasal 18 ayat (2) disebutkan: ‘Apabila istri/suami yang sah telah meninggal dunia atau kehilangan haknya, maka anak yang berhak dapat ditetapkan sebagai penerima pensiun.’
Kami meminta Kejaksaan untuk memberikan tafsir yang jelas, pasal mana yang harus lebih diutamakan atau didahulukan agar tidak terjadi multitafsir yang berpotensi disalahgunakan,” tegas Ismar.
Menanggapi laporan tersebut, Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Maros, Sulfikar, membenarkan adanya laporan yang masuk dan memastikan pihaknya telah melakukan langkah awal.
“Sudah kami buatkan telaahan, tapi sementara ini kami masih mengumpulkan datanya terlebih dahulu. Kita juga akan pastikan apakah kasus ini masuk ranah administrasi atau tipikor,” jelas Sulfikar.
Dengan adanya laporan ini, publik menanti langkah tegas Kejaksaan Negeri Maros dalam menelusuri dugaan penyalahgunaan wewenang tersebut, sekaligus memberi kepastian tafsir hukum terkait pasal 16 dan 18 UU No. 11 Tahun 1969, apakah sebatas persoalan administrasi atau dapat mengarah pada tindak pidana korupsi.(*).