Pasca Penetapan Tersangka Pungli PTSL : APK Indonesia Desak Evaluasi Total Tata Kelola Agraria BPN Gowa

Gowa, Lintas5terkini  — Penetapan mantan Lurah Tombolo sebagai tersangka pungutan liar (pungli) dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Kabupaten Gowa kembali membuka borok tata kelola agraria. Dari pemberitaan media, total pungli yang berhasil dihimpun dalam praktik tersebut mencapai lebih dari Rp 300 juta lebih hasil pungli dari 78 bidang tanah, sebuah angka yang memperlihatkan sistem yang sangat longgar, bahkan rawan ditunggangi mafia tanah.

Menanggapi perkembangan terbaru ini, Aliansi Pemerhati Keadilan (APK) Indonesia menegaskan bahwa BPN Gowa tidak boleh menutup mata dan wajib melakukan evaluasi total atas seluruh proses administrasi, pemetaan, validasi, hingga penerbitan sertipikat PTSL di Kelurahan Tombolo.

Jenderal Advokasi APK Indonesia, Nurhidayahtullah, menegaskan bahwa indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan PTSL di Tombolo bukanlah isu baru.

“Sejak pelaksanaan PTSL berjalan, khususnya di Kelurahan Tombolo, prosesnya diduga kuat tidak melalui mekanisme hukum yang benar. Dengan adanya tersangka, kita patut mempertanyakan BPN terkait seluruh administrasi berkas yang masuk. Semuanya harus dievaluasi menyeluruh. Tata kelola di BPN sangat longgar,” ujar Nurhidayahtullah.

Menurut APK Indonesia, dugaan keterlibatan pihak yayasan tertentu (YUPET) yang mengelola tanah dengan status HGB, namun kemudian diduga mengurus sertipikat hak milik atas nama pribadi, merupakan pelanggaran serius. Jika benar, tindakan tersebut bukan hanya penyimpangan administratif, tetapi masuk dalam kategori kejahatan agraria karena mengalihkan status tanah secara tidak sah dan berpotensi merampas ruang hidup masyarakat.

“Jika tanah yang hanya boleh dikelola melalui HGB namun kemudian disertipikatkan atas nama pribadi, ini tidak boleh ditolerir. Ini bukan lagi kesalahan teknis, ini kejahatan agraria yang mengancam masyarakat,” tegasnya.

APK Indonesia juga menilai bahwa proses PTSL tersebut diduga menyerobot lahan warga, tanah negara, termasuk fasum dan fasos, dan itu merupakan peringatan keras bahwa ada potensi sindikat mafia tanah bermain di Gowa.

Nurhidayahtullah menyampaikan bahwa praktik PTSL yang tidak akuntabel berpotensi mengancam hak fundamental masyarakat, termasuk hak atas tempat tinggal dan rasa aman untuk bermukim.

“Pelaksanaan PTSL yang disinyalir penuh rekayasa ini dapat mengancam hak masyarakat yang sudah turun-temurun tinggal di wilayah tersebut. Ini pelanggaran hak asasi manusia,” tambahnya.

APK Indonesia menuntut BPN Gowa untuk segera:

1. Melakukan evaluasi total terhadap seluruh proses PTSL di Kelurahan Tombolo.

2. Menghentikan sementara (moratorium) seluruh produk administrasi pertanahan di wilayah tersebut sampai ada kejelasan hukum (administrasi yang jelas).

3. Membatalkan sertipikat yang terbukti cacat administrasi dan terbit dengan cara yang melanggar hukum.

4. Mengumumkan hasil evaluasi secara terbuka sebagai bentuk akuntabilitas publik.

Selain BPN, APK Indonesia juga menyoroti Pemda Gowa, Inspektorat Kabupaten Gowa, dan DPRD Gowa yang dinilai lalai dan lamban merespons situasi.

“Pemerintah daerah, inspektorat, hingga DPRD Gowa harus bertanggung jawab. Ini bukan persoalan administratif biasa, ini menyangkut hak hidup masyarakat. Ketidakmampuan mereka merespons cepat menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan,” tegas Nurhidayahtullah.

APK Indonesia menegaskan bahwa kasus PTSL Tombolo harus menjadi momentum pembenahan total tata kelola agraria di Kabupaten Gowa. Jika tidak, maka ruang bermain bagi mafia tanah akan semakin terbuka, dan masyarakat akan terus menjadi korban.

(Dnl)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

PT. Lintas Lima Terkini Media Group