Jakarta, Lintas5terkini.com – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyiapkan strategi guna melakukan akselerasi penguatan daya saing produk kelautan dan perikanan melalui penerapan Indikasi Geografis (IG) dalam hilirisasi perikanan. Selain memperjelas identifikasi produk dan menetapkan standar produksi, IG juga ditujukan untuk menghindari praktek persaingan curang, memberikan perlindungan konsumen dari penyalahgunaan reputasi (brand).
Sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang atau produk karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi keduanya, IG memberikan reputasi, kualitas, dan karakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
“Tentu dengan adanya IG komoditas atau produk kelautan dan perikanan akan memberikan jaminan sebagai produk asli sehingga memberikan kepercayaan pada konsumen,” ujar Dirjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Budi Sulistiyo melalui keterangan tertulisnya, Kamis, (29/2/2024).
Budi memaparkan manfaat lain IG bagi komoditas atau produk perikanan, yaitu menjadi ruang pembinaan terhadap produsen lokal dalam rangka menciptakan, menyediakan, dan memperkuat citra, nama dan reputasi komoditas atau produk.
Termasuk dapat mendorong untuk meningkatkan produksi lantaran dalam IG dijelaskan dengan rinci tentang produk berkarakter khas dan unik. Selain itu, IG sangat bermanfaat untuk melindungi keaslian ikan asal Indonesia, seperti arwana, cupang jenis tertentu, botia, dll dalam perdagangan internasional.
“Reputasi suatu kawasan IG akan ikut terangkat sekaligus melestarikan keindahan alam, pengetahuan tradisional, kearifan lokal, sumberdaya hayati, dan pengembangan kuliner/pariwisata,” tuturnya.
“IG berbasis komoditas atau produk kelautan perikanan dapat menjadi penanda daya saing produk di suatu wilayah,” sambung Budi.
Selama ini, sektor kelautan dan perikanan memiliki potensi IG. Budi menyontohkan IG berbasis komoditas, seperti ikan Mas Punten di Malang, kemudian ikan Siluk Merah di Pontianak, Kerapu Cantang Gerokgak di Bali hingga mutiara di Lombok. Sementara untuk IG berbasis produk olahan, dia menyontohkan Bandeng Presto Juwana dan Pindang Bandeng Kudus.
Ini potensi sekaligus dapat menjadi bagian dari branding daerah, pendekatan ini juga yang kami gunakan saat meresmikan Kampung Nelayan Modern (Kalamo) Pulau Pasaran sebagai sentra hilirisasi ikan teri,” urai Budi.
Sebagai informasi, saat ini baru ada 6 (enam) hasil kelautan dan perikanan yg telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) yang memiliki Tanda Indikasi Geografis (IG), yakni Bandeng asap sidoarjo, Ikan uceng temanggung, Sidat marmorata poso, Garam amed bali, Garam kusamba bali dan Mutiara lombok.
Adapun Ditjen PDSPKP tengah menyiapkan usulan Permen KP tentang Indikasi Geografis Produk Kelautan dan Perikanan. Budi menegaskan regulasi ini ditujukan untuk meningkatkan daya saing produk KP, melindungi keanekaragaman hayati, serta meningkatkan perekonomian lokal.
“Kita harapkan setiap daerah memiliki ciri khas produknya
masing-masing, dan ini sedang kita siapkan rancangan regulasinya,” tutur Budi.
Sebagai informasi, tanda yang digunakan sebagai IG dapat berupa label yang dilekatkan pada barang atau produk yang dihasilkan. Tanda tersebut dapat berupa nama tempat, daerah, atau wilayah, kata, gambar, huruf, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono mendorong peningkatan keterampilan masyarakat pesisir serta pembudidaya ikan, agar memiliki daya saing tidak hanya tingkat nasional, bahkan tingkat global. Dirinya berharap, masyarakat yang kesehariannya bekerja di sektor perikanan ini, dapat menyajikan produk produk olahan perikanan, yang bisa bersaing ke pasar global. (*)